Rabu, 11 Februari 2009

Sentuhan dan Pijatan Pengaruhi Tumbuh Kembang Balita

Surabaya - Puluhan ibu-ibu membawa putra-putrinya hadir dalam seminar tumbuh kembang anak yang diselenggarakan oleh RS Siloam Hospital Jalan Gubeng Surabaya. Antusias ibu-ibu tersebut tidak lain untuk mengetahui secara detail seminar tumbuh kembang anak saat balita.

"Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan bagi perkembangan selanjutnya," kata ahli fisioterapis RS Siloam Surabaya, Niniek Soetini SST Ft dalam seminar 'Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak', Minggu (22/7/2007).

Niniek menambahkan, peranan lingkungan dan interaksi antara anak dan orang tua sangat mempengaruhi. Interaksi sosial diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangan, bahkan sejak bayi dalam kandungan.

Selain itu, stimulasi sentuhan pada anak juga memberi rasa aman dan mengurangi kecemasan dan memperpendek masa tangis anak, di samping memberi efek relaksasi yang lebih baik. Di samping itu mengurangi tekanan anak ketika menghadapi situasi baru.

"Sentuhan atau pijatan memberi efek pada peningkatan berat badan anak, meningkatkan pengembangan motorik anak, memperbaiki kenyenyakan tidur hingga mengurangi kecemasan," tambahnya.

Namun, kata dia, para orangtua diharapkan memberi pembelajaran, pendidikan dan pelatihan yang diberikan sedini mungkin. Terutama pada usia 4 hingga 5 tahun pertama. Sehingga, memunculkan kepribadian yang mandiri, arif, cerdas, terampil dan produktivitas yang baik.

Dalam perkembangan setiap anak, memiliki tingkatan pada setiap umurnya. Biasanya, pada usia 4 hingga 6 minggu, balita bisa tersenyum spontan, dapat mengeluarkan suara pada 1 hingga 2 minggu kemudian.

Setelah itu, pada usia 12 hingga 16 minggu, si balita mampu menegakkan kepala, tengkurap sendiri, menoleh ke arah suara, memegang benda yang ditaruh ditangannya, bermain cilukba. Pada 20 minggu, balita mampu meraih benda yang didekatkan kepadanya dan pada usia 26 minggu, dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya.

"Selain itu, mampu duduk dengan bantuan kedua tangannya ke depan dan makan biskuit sendiri. Di usianya yang ke 9 hingga 10 bulan, balita sudah mampu menunjuk dengan jari, memegang benda dengan ibu jari dan jari telunjuk, merangkak dan bersuara da... da...," jelasnya.

SOURCE

OLAHRAGA, AMAN BAGI PENDERITA ASMA

BANYAK yang menyangka penderita asma tidak boleh berolahraga. Padahal, itu salah. Niniek Soetini SStFT, pemimpin Klinik Fisioterapi RS Siloam Hospital Surabaya, menjelaskan, keberhasilan pengobatan asma tak hanya ditentukan oleh obat-obatan yang dikonsumsi. Faktor gizi dan olahraga juga sangat berperan.

Olahraga dalam konteks penyakit asma, kata dia, bertujuan mengurangi sesak napas serta meningkatkan kemampuan fisik. Karena itu, penderita asma akan merasa lebih nyaman. Hal itu ditandai oleh berkurangnya sesak napas, panik, cemas, serta depresi, sehingga pola tidur membaik dan percaya diri meningkat.

Dengan berolahraga, kekuatan dan ketahanan otot, terutama otot pernapasan penderita, diharapkan membaik. "Kemampuan fungsional seperti aktivitas sehari-hari diharapkan juga meningkat," jelasnya.

Memang, tidak sembarang olahraga bisa dilakukan penderita asma. Menurut Niniek, olah tubuh yang tepat bagi penderita asma adalah senam asma. Senam tersebut bermanfaat untuk memperkuat otot-otot pernapasan, otot bantu pernapasan, serta meningkatkan kapasitas embusan napas. Caranya, antara lain, berlatih napas perut serta mengulur otot-otot yang cenderung memendek akibat pola napas yang asmatis (pendek dan cepat).

Meski demikian, senam asma tidak boleh dilakukan sembarangan. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Tujuannya, menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Niniek menyatakan, saat senam, orang yang bersangkutan tidak sedang mengalami serangan asma atau masih mengalami sesak dan batuk. Penderita juga tidak berkondisi gagal jantung serta kondisi kesehatannya tidak sedang menurun, misalnya flu, kurang tidur, atau baru sembuh dari sakit.

"Senam dilakukan dalam waktu bertingkat, mulai 20 menit hingga 60 menit, serta bertahap, mulai yang ringan hingga berat," kata ibu tiga anak tersebut.

Hal itu diikuti frekuensi yang semakin lama semakin meningkat. Mulai tiga kali per minggu sampai lima kali per minggu.

Sejatinya, senam asma tidak jauh berbeda dari senam umumnya. Diawali pemanasan, dilanjutkan peregangan, inti, dan diakhiri pendinginan. "Lakukan gerakan sesuai urutan. Yang jelas, pemanasan wajib dilakukan sebagai persiapan agar sistem tubuh siap menerima beban fisik yang meningkat," tegasnya.

Prinsip gerakan pemanasan adalah melakukan gerakan bebas tanpa beban dengan melibatkan seluruh sendi tubuh. Misalnya, mengangkat pundak, berlari-lari kecil, menggerakkan tangan, atau menolehkan leher ke kiri dan ke kanan. Sementara itu, peregangan bisa dilakukan dengan memutar pinggang ke kanan dan kiri, meregangkan otot-otot lengan ke atas, depan, dan ke belakang.

Untuk gerakan inti, bisa dilakukan senam aerobik low impact. Aerobik dilakukan supaya tubuh bisa menghasilkan pembakaran O2 tinggi untuk meningkatkan embusan napas. Gerakan yang terakhir adalah pendinginan. Dalam pendinginan, dilakukan gerakan-gerakan lambat agar otot-otot kembali seperti keadaan semula. Caranya, menggerakkan tangan sambil menarik napas pelan-pelan.

Selain itu, untuk mengurangi kepanikan saat serangan asma melanda, Niniek memberikan beberapa tip. "Segera minum atau hirup obat yang biasa digunakan," ujar wanita berkacamata itu.

Jika sedang berdiri, sandarkan tubuh ke tembok dengan kepala bertumpu dan menunduk. Bisa juga dengan duduk, lalu badan dicondongkan ke depan ke arah meja. Bagian dada di sanggah bantal. Kepala bertumpu pada tangan. "Hal itu ditujukan memudahkan bernapas," jelasnya.


Baby Walker Lemahkan Motorik Bayi

DetikSurabaya-Surabaya, Ketika melihat anaknya yang masih kecil mulai belajar berjalan, setiap orangtua pasti berbunga-bunga hatinya. Mereka berharap agar buah hatinya tersebut segera bisa berjalan.

Biasanya, upaya yang dilakukan orangtua agar si bayi segera bisa berjalan adalah dengan membelikannya alat bantu berjalan (baby walker) yang banyak dijual di pasaran.

Namun tahukah Anda, penggunaan baby walker pada bayi agar segera bisa berjalan malah dinilai tidak baik bahkan cenderung berbahaya. Baby walker dinilai memperlemah syaraf motorik bayi.

“Saya tidak menganjurkan baby walker karena bisa merusak pola jalan bayi yang belajar berjalan,” ujar Niniek Soetini SST Ft, ahli fisioterapi kepada detiksurabaya.com, Jumat (20/7/2007).

Menurut Niniek, pola jalan bayi yang benar seharusnya melewati beberapa tahap seperti hill, step, straight dan jalan. Tetapi bila bayi diajarkan jalan menggunakan baby walker, maka pola jalan seperti yang dianjurkan hilang sama sekali.

Bayi yang belajar berjalan memakai baby walker, lanjut Niniek, akan lebih lama berjalan daripada memakai cara konvensional. Bahkan setelah bisa berjalan pun bayi cenderung berjalan jinjit dan sering terjatuh.

Niniek menganjurkan agar menggunakan cara konvensional untuk mengajar bayi berjalan, atau orang Jawa bilang dititah. Dengan dititah bayi bisa tahu kalau berjalan itu sulit dan membutuhkan perjuangan.

“Bila bayi jatuh, ya tidak apa-apa. Dengan begitu si bayi akan belajar agar tidak jatuh lagi,” tandas Niniek

Jangan Biarkan Bayi Digedong Terlalu Lama

Imam Wahyudiyanta - DetikSurabaya

Surabaya - Banyak orang mengira bayi yang baru saja lahir wajib hukumnya dibungkus kain yang dililitkan di sepanjang tubuh si bayi (digedong). Alasannya, agar bayi tetap merasa hangat dan menghindari kaki si bayi tidak bengkok.

"Pendapat itu tidak sepenuhnya benar. Bayi digedong itu baik namun juga tidak baik," ujar Niniek Soetini SST Ft, ahli fisiotherapy, kepada detiksurabaya.com di Rumah Sakit Siloam di Raya Gubeng, Surabaya, Kamis (19/7/2007).

Namun, jelas dia, bayi yang terus-menerus digedong dalam waktu cukup lama juga mempunyai efek yang tidak baik. Dengan digedong cukup lama, kemampuan stimulasi tumbuh kembang anak akan terhambat.

"Biarkan si bayi menggerakan tangan dan kakinya. Dengan bergerak, kemampuan alami bayi untuk berstimulasi akan berkembang," lanjut ibu 3 anak tersebut.

Biasanya, tambah Niniek, para ibu yang menggedong bayinya cukup lama bertujuan agar si bayi tidak rewel. Dengan harapan bayi tidak akan merepotkan saat diam.

Parahnya, hal itu seakan-akan sudah lazim dilakukan para ibu dengan alasan agar tidak repot mengurus bayinya. "Digedong boleh, tetapi sekali waktu biarkan kain gedong itu terbuka agar bayi secara alami mengembangkan dirinya sendiri," tutur Niniek.

Tujuan utama bayi digedong, kata Niniek, agar memori sang bayi saat berada di suasana rahim ibunya tetap terjaga. Bila digedong, suasana hangat mirip rahim ibunya tetap bisa dirasakan sang bayi.

Bila ada anggapan tujuan menggendong, menghindari kaki sang bayi tidak bengkok, Niniek sama sekali tidak setuju.

Menurutnya, kaki bengkok bukan dikarenakan bayi yang tidak digendong. Melainkan lebih karena kekurangan nutrisi

Otot Kaku dan Gemetar, Waspadai Parkinson

Surabaya, 2 Januari 2009

Kiatsehat.Tidak semua penyakit bisa disembuhkan, meski telah ada obatnya, beberapa penyakit hanya bisa diperlambat progresivitasnya. Salah satunya adalah Parkinson. Parkinson Desease (PD) merupakan penyakit neurodegeneratif progresif pada usia lanjut. PD mengenai sekitar 2% populasi manula diatas usia 60 tahun, dan merupakan penyakit neurodegenerative terbanyak kedua setelah Alzheimer. Gejala penyakit ini sudah tercantum dalam kitab pengobatan India kuno Ayurveda dengan nama Kampavata, juga tercantum dalam medical literature Eropa kuno, oleh Galen pada AD 175. Tetapi baru pada tahun 1817 sebuah uraian medis terperinci mengenai penyakit ini ditulis oleh dr. James Parkinson dalam “An Essay on The Shaking Palsy”. 60 tahun kemudian seorang neurologist dari perancis dr. Jean Martin Charcot menyatakan bahwa yang diuraikan tersebut adalah sebuah penyakit, yang kemudian disebut sebagai sindroma Parkinson.

Kerusakan otak dikatakan sebagai penyebab utama PD. Untuk mengerti tentang PD, terlebih dahulu kita harus memahami tentang bagaimana otak berfungsi. Demikian disampaikan dr. Linardi Widjaya, SpS(K) pada Sunday Talkshow “Mensiasati Hidup bersama PARKINSON” di Siloam Hospitals Surabaya, Minggu (1/2). Unit terkecil dari otak adalah sel yang disebut neuron, karena ukurannya yang kecil, untuk mencapai otot neuron-neuron ini sambung menyambung dari otak sampai saraf paling tepi. Rangkaian sambung menyambung ini membawa perintah gerak motoris dari otak ke otot dan sebaliknya rangkaian neuron sensoris membawa berita dari tepi tubuh menuju ke otak. Supaya perintah dari otak bisa sampai ke saraf dibawah, tiap neuron dalam rangkaian saraf itu harus memiliki sarana komunikasi satu sama lain. Komunikasi ini terjadi pada sinaps yakni tonjolan dari neuron yang letaknya hampir saling menempel dan saling berdekatan. Komunikasi antar neuron terjadi memakai zat cair yang disebut neurotransmitter yang meloncat dari satu neuron ke neuron yang lain melompati celah sempit antara tonjolan pada sinaps. Untuk bisa melakukan gerak motoris, neurotransmitter yang dipakai adalah DOPAMIN dan ACETYL-CHOLIN. DOPAMIN sebagian besar dibuat oleh sekelompok neuron yang disebut substansia nigra yang berada di basal ganglia pada bagian bawah / dasar dari otak. Namun ada juga beberapa bagian dari jaringan saraf yang memproduksi DOPAMIN guna keperluannya sendiri. Jumlah DOPAMIN dan ACETYL CHOLIN seimbang pada otak sehat manusia sehingga gerak motoris akan berjalan mulus. Tapi apa yang terjadi, bila ada kerusakan pada substansia nigra, sehingga tak mampu menghasilkan DOPAMIN ?. Inilah yang mendasari munculnya penyakit Parkinson.

Banyak faktor yang menjadi penyebab PD. Faktor genetik atau keturunan merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya PD. Selain itu jenis kelamin juga merupakan faktor lain penyebab PD. Dikatakan bahwa pria lebih banyak terkena Parkinson, meski wanita pasca hysterectomy atau menopause juga beresiko. Faktor lainnya seperti lingkungan, riwayat keluarga, usia lanjut, lingkungan kerja (pekerja di lingkungan pertanian beresiko tercemar racun dari pestisida), dan kurangnya asupan vitamin B dan olahraga serta trauma akibat cidera kepala.

Menurut dr. Yanna Saelan,SpS yang turut hadir sebagai narasumber mengatakan bahwa gejala PD adalah individual, amat bervariasi dari yang sedikit gejala sampai yang banyak. Umumnya diawali gejala motoris seperti kekakuan otot (rigiditas), gemetar (tremor), gerakan melambat (Bradykinesia) dan kesulitan melangkah (gait disturbance). Selain itu ada gejala non motorik yang dibedakan atas gejala neuropsikiatrik dan kognitif seperti depresi, cemas, psikosis (“gejala gila”), demensia (pikun), apati (acuh), kelelahan, dan gangguan tidur (kesulitan tidur, gelisah dan berbagai mimpi buruk). Gejala autonomic seperti gangguan BAB dan BAK (konstipasi), gangguan berkemih, keringat berlebih (hyperhydrosis), disfungsi (kegelisahan) secara seksual, dan sialorrhea (ngiler). Gejala lainnya yakni gejala sensory seperti nyeri, rasa baal (tebal di beberapa bagian tubuh yang diserang Parkinson), kesemutan, rasa terbakar (burning sensation), kehilangan kemampuan pembauan, rasa gatal, kram otot (bisa terjadi di semua otot bagian tubuh), kekakuan, nyeri karena rangsangan paada akar saraf (radikolopati, bisa disebabkan karena posisi duduk yang salah) dan nyeri persendian.

Nutrisi yang baik penting, karena Parkinson apalagi bila pasien mengalami depresi atau mual akibat obat (terutama kelompok dopamine agonist) dan adanya brandykinesi yang mempersulit proses mengunyah / menelan makanan hingga selera makan hilang. Untuk gangguan tersebut sebaiknya berikan makanan lunak agar tidak perlu banyak mengunyah dan menambah makanan berserat seperti agar–agar yang dapat mengurangi obstipasi. Hingga kini tidak ada vitamin / food additif yang bisa mengurangi gejala PD. Bahkan penelitian skala besar menunjukkan bahwa vitamin E tidak ada manfaatnya untuk menghambat progresivitas Parkinson.

Fisioterapi atau terapi fisik dengan massage atau terapi okupasional amat bermanfaat mengurangi kekakuan otot. Niniek Soetini, SSt.Ft, Ahli Fisioterapi Siloam Hospitals Surabaya mengatakan bahwa latihan pada penderita Parkinson harus berlanjut dengan level aktivitas sesuai dengan kemunduran penyakit. Menurutnya latihan pada penderita PD bukan hanya dibutuhkan ketekunan, namun ketaatan pasien minum obat secara rutin sesuai dengan dosis dan jenis yang dianjurkan oleh dokter akan sangat membantu terapi latihan. “Jika otot terkontrol, melatihnya bagus maka goal (tujuan) yang ingin dicapai yakni kekuatan dan koordinasi otot otomatis meningkat,” ujar Niniek. Ia menambahkan bahwa rahasia suksesnya latihan pada Parkinson terletak pada latihan yang dilakukan sesering mungkin bukan selama mungkin. “Lakukan sedikit-sedikit tapi sering,” tegasnya. Cepat atau lambatnya terapi fisik terletak pada asupan gizi, progresivitas penyakit, asupan obat yang tepat jenis dan dosis, dan ketaatan pasien yang terprogram oleh ahli terapi. Ia bahkan pernah menangani pasien Parkinson yang berlatih selama 6 tahun, hingga menunjukkan tanda progress. Parkinson tidak bisa disembuhkan, namun dengan pengobatan yang tepat sesuai jenis dan dosis serta latihan yang benar maka penyakit ini dapat diperlambat progresivitasnya.Tika

Keterangan Foto :

1.Sunday Talkshow “Mensiasati Hidup bersama PARKINSON” di Siloam Hospitals Surabaya

2.dr. Linardi Widjaya, SpS(K)

3.dr. Yanna Saelan,SpS

4.Niniek Soetini, SSt.Ft,

Senam Parkinson, Latih Keseimbangan


By : Niniek Soetini, S.ST.Ft
Ketika memasuki usia lanjut, tubuh makin rentan terhadap serangan beragam penyakit. Salah satu penyakit degeneratif yang menyerang saraf adalah parkinson. Kemampuan gerak dan keseimbangan penderita parkinson akan menurun. Gejalanya bisa tremor alias bagian tubuh tertentu sering gemetar. Otot dan anggota tubuh menjadi kaku. Selain itu, penderita mudah lelah dan lupa.

"Penyakit ini berbahaya karena bisa mengakibatkan risiko cedera yang sangat besar. Sebab, penderita kehilangan keseimbangan tubuh," kata Niniek Soetini S. St Ft, fisioterapis RS Siloam Surabaya.

Penyakit itu tentu akan sangat mengganggu kegiatan sehari-hari. Karena itu, diperlukan latihan untuk mencegah atau memperbaiki otot-otot tubuh. Ada sebuah senam yang gerakannya khusus diciptakan untuk menguatkan kerja otot dan membangun keseimbangan tubuh. "Senam ini pas dilakukan oleh para penderita parkinson. Tapi, mereka yang tidak kena penyakit ini juga bisa mencoba sebagai tindak pencegahan," ujar Niniek.

Senam parkinson dapat meningkatkan kesiagaan tubuh atau body awareness. Itu penting untuk menjaga agar tidak sampai jatuh. Sebab, mereka yang sudah terbiasa melatih keseimbangan secara refleks dapat menahan jika akan terjatuh.

Sebagai permulaan, sebelum melakukan senam, tetap harus ada pemanasan. Tujuannya, meminimalkan cedera dan mempersiapkan rasa gerak otot. Maksudnya, otot tidak kaget saat digerakkan. "Sebelum senam pastikan otot sudah lentur," tutur perempuan berusia 55 tahun itu.

Sebagai alat bantu senam digunakan bola besar. Bola tersebut dianggap alat paling aman. Karena itu, Niniek tidak menyarankan adanya penggantian alat. Hanya, mungkin ada beberapa warga evergreen yang tidak bisa melakukan semua gerakan senam sendiri, butuh bantuan orang lain. "Untuk meletakkan bola di punggung, misalnya," tutur Niniek.

Senam parkinson tidak menjurus pada kardiovaskuler. Berbeda dengan aerobik yang bekerja pada bagian prime muscle, senam itu lebih bekerja pada core muscle untuk stabilisator sendi. Senam tersebut juga mampu meningkatkan peredaran darah. ''Tujuannya tentu bukan untuk menambah massa otot,'' kata Niniek.

Gerakannya simultan berkesinambungan seperti menari. Untuk mendapatkan hasil maksimal, perlu latihan rutin. "Maksimal sih lima kali seminggu. Dalam tujuh hari itu, tetap sediakan jeda istirahat total selama dua hari," sarannya.

Hal tersebut berfungsi untuk proses pemulihan otot-otot yang telah dilenturkan. Senam itu dianjurkan untuk penderita parkinson karena gerakannya lambat. Ketukan pada setiap gerakannya 80 kali per menit. Senam juga tidak butuh gerakan meloncat dan berputar.

Niniek menambahkan, beberapa saran sebelum melaksanakan senam parkinson. Seseorang tidak disarankan senam jika malam sebelumnya tidak bisa tidur dengan lelap. ''Walaupun tidur lelap, jika badan terasa tidak enak, tidak disarankan senam. Sebab, itu dapat menurunkan koordinasi gerakan," paparnya.

Minum air putih di tengah-tengah latihan juga penting untuk mencegah dehidrasi. Cukup minum seteguk dua teguk. Jangan melakukan senam dalam keadaan lapar. Sebab, makanan itu dibutuhkan untuk mendapatkan kalori. "Tapi, usahakan makannya dua jam sebelum senam agar tidak kram otot perut," ujar Niniek. (war/ayi)

Gerakan 1: Melatih otot pelvis

Fungsi: Memfiksasi panggul supaya tidak mudah jatuh.

Cara: Duduk tegak di atas bola, kedua kaki agak terbuka. Jaga keseimbangan. Tegak dan pertahankan dalam waktu 10 detik, rileks, ulangi lagi gerakan sebanyak 10 kali.

Gerakan 2: Memindahkan berat badan ke satu sisi

Fungsi: Melatih rasa gerak sendi panggul dan otot-ototnya agar siap menghadapi perubahan posisi. Penting untuk mengatur strategi agar tidak jatuh terutama saat berdiri.

Cara: Posisi awal duduk tegak di atas bola. Kemudian, gerakkan bola dengan pantat ke kanan. Tahan dengan kedua tangan dan sebagian badan digerakkan ke arah berlawanan. Ini dilakukan untuk menahan berat badan jangan sampai jatuh menggelinding ke kanan. Ulangi 10 kali dengan arah berlawanan secara bergantian.

Gerakan 3: Penguatan otot pinggang, perut, dan paha

Fungsi: Menguatkan otot pinggang, perut, dan paha yang merupakan bagian dari penjaga keseimbangan.

Cara: Duduk tegak di atas bola. Kedua tangan saling bersentuhan. Angkat salah satu kaki perlahan hingga lurus sejajar paha. Lakukan gerakan dengan kaki yang berbeda. Ulangi 10 kali.

Gerakan 4: Melatih gerak sendi panggul

Fungsi: Menjaga keseimbangan.

Cara: Duduk tegak di atas bola. Kemudian gerakkan bola dengan pantat sedikit ke belakang. Kedua tangan diluruskan ke depan untuk menahan berat badan agar tidak jatuh ke belakang. Kembali lagi ke depan. Ulangi 10 kali.

Gerakan 5: Penguatan otot paha

Fungsi: Stabilisator sendi lutut. Mengurangi kemungkinan jatuh akibat kelemahan otot paha. Mengurangi nyeri otot.

Cara: Berdiri tegap dengan bola di belakang punggung. Turunkan bola dengan menggunakan tubuh bagian belakang. Turunkan hingga posisi kaki menekuk 90 derajat seperti mau duduk. Saat turun tahan 5 detik. Kemudian naik ke posisi semula dan ulangi lagi sebanyak 10 kali.

Gerakan 6: Melatih kelenturan otot punggung

Fungsi: Otot punggung menjadi lentur. Membuat gerak fleksibel, mengurangi risiko jatuh dan mencegah kekakuan pada panggul.

Cara: Duduk tegap di atas bola.

Kemudian gerakkan dan turunkan badan ke salah satu sisi. Posisikan kedua tangan sejajar menyentuh lantai sesuai arah badan. Ulangi dengan arah

bergantian. Masing-masing arah (kanan-kiri) diulangi sampai lima.

Gerakan 7: Melatih kelenturan otot samping

Fungsi: Mencegah kekakuan dan nyeri pada punggung. Menjaga kelenturan otot-otot punggung.

Cara: Berlutut dengan bola di samping badan. Gerakkan badan bersama kedua tangan ke sisi yang terdapat bola. Saat miring ke kanan, tangan yang terdekat dengan bola menyentuh bola. Lakukan dengan arah berbeda. Masing-masing arah lima repetisi.

Gerakan 8: Stretching otot dada

Fungsi: Meningkatkan ekspansi thorax atau dada. Sehingga, pengembangan paru lebih bagus. Masukan oksigen juga lebih banyak.

Cara: Berlutut dengan bola di depan badan. Kemudian dorong bola ke depan dengan kedua tangan. Dorong hingga tulang punggung dan tangan lurus.