"Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan bagi perkembangan selanjutnya," kata ahli fisioterapis RS Siloam Surabaya, Niniek Soetini SST Ft dalam seminar 'Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak', Minggu (22/7/2007).
Niniek menambahkan, peranan lingkungan dan interaksi antara anak dan orang tua sangat mempengaruhi. Interaksi sosial diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangan, bahkan sejak bayi dalam kandungan.
Selain itu, stimulasi sentuhan pada anak juga memberi rasa aman dan mengurangi kecemasan dan memperpendek masa tangis anak, di samping memberi efek relaksasi yang lebih baik. Di samping itu mengurangi tekanan anak ketika menghadapi situasi baru.
"Sentuhan atau pijatan memberi efek pada peningkatan berat badan anak, meningkatkan pengembangan motorik anak, memperbaiki kenyenyakan tidur hingga mengurangi kecemasan," tambahnya.
Namun, kata dia, para orangtua diharapkan memberi pembelajaran, pendidikan dan pelatihan yang diberikan sedini mungkin. Terutama pada usia 4 hingga 5 tahun pertama. Sehingga, memunculkan kepribadian yang mandiri, arif, cerdas, terampil dan produktivitas yang baik.
Dalam perkembangan setiap anak, memiliki tingkatan pada setiap umurnya. Biasanya, pada usia 4 hingga 6 minggu, balita bisa tersenyum spontan, dapat mengeluarkan suara pada 1 hingga 2 minggu kemudian.
Setelah itu, pada usia 12 hingga 16 minggu, si balita mampu menegakkan kepala, tengkurap sendiri, menoleh ke arah suara, memegang benda yang ditaruh ditangannya, bermain cilukba. Pada 20 minggu, balita mampu meraih benda yang didekatkan kepadanya dan pada usia 26 minggu, dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya.
"Selain itu, mampu duduk dengan bantuan kedua tangannya ke depan dan makan biskuit sendiri. Di usianya yang ke 9 hingga 10 bulan, balita sudah mampu menunjuk dengan jari, memegang benda dengan ibu jari dan jari telunjuk, merangkak dan bersuara da... da...," jelasnya.
SOURCE



Kerusakan otak dikatakan sebagai penyebab utama PD. Untuk mengerti tentang PD, terlebih dahulu kita harus memahami tentang bagaimana otak berfungsi. Demikian disampaikan dr. Linardi Widjaya, SpS(K) pada Sunday Talkshow
Menurut dr. Yanna Saelan,SpS yang turut hadir sebagai narasumber mengatakan bahwa gejala PD adalah individual, amat bervariasi dari yang sedikit gejala sampai yang banyak. Umumnya diawali gejala motoris seperti kekakuan otot (rigiditas), gemetar (tremor), gerakan melambat (Bradykinesia) dan kesulitan melangkah (gait disturbance). Selain itu ada gejala non motorik yang dibedakan atas gejala neuropsikiatrik dan kognitif seperti depresi, cemas, psikosis (“gejala gila”), demensia (pikun), apati (acuh), kelelahan, dan gangguan tidur (kesulitan tidur, gelisah dan berbagai mimpi buruk). Gejala autonomic seperti gangguan BAB dan BAK (konstipasi), gangguan berkemih, keringat berlebih (hyperhydrosis), disfungsi (kegelisahan) secara seksual, dan sialorrhea (ngiler). Gejala lainnya yakni gejala sensory seperti nyeri, rasa baal (tebal di beberapa bagian tubuh yang diserang Parkinson), kesemutan, rasa terbakar (burning sensation), kehilangan kemampuan pembauan, rasa gatal, kram otot (bisa terjadi di semua otot bagian tubuh), kekakuan, nyeri karena rangsangan paada akar saraf (radikolopati, bisa disebabkan karena posisi duduk yang salah) dan nyeri persendian.
Fisioterapi atau terapi fisik dengan massage atau terapi okupasional amat bermanfaat mengurangi kekakuan otot. Niniek Soetini, SSt.Ft, Ahli Fisioterapi Siloam Hospitals Surabaya mengatakan bahwa latihan pada penderita Parkinson harus berlanjut dengan level aktivitas sesuai dengan kemunduran penyakit. Menurutnya latihan pada penderita PD bukan hanya dibutuhkan ketekunan, namun ketaatan pasien minum obat secara rutin sesuai dengan dosis dan jenis yang dianjurkan oleh dokter akan sangat membantu terapi latihan. “Jika otot terkontrol, melatihnya bagus maka goal (tujuan) yang ingin dicapai yakni kekuatan dan koordinasi otot otomatis meningkat,” ujar Niniek. Ia menambahkan bahwa rahasia suksesnya latihan pada Parkinson terletak pada latihan yang dilakukan sesering mungkin bukan selama mungkin. “Lakukan sedikit-sedikit tapi sering,” tegasnya. Cepat atau lambatnya terapi fisik terletak pada asupan gizi, progresivitas penyakit, asupan obat yang tepat jenis dan dosis, dan ketaatan pasien yang terprogram oleh ahli terapi. Ia bahkan pernah menangani pasien Parkinson yang berlatih selama 6 tahun, hingga menunjukkan tanda progress. Parkinson tidak bisa disembuhkan, namun dengan pengobatan yang tepat sesuai jenis dan dosis serta latihan yang benar maka penyakit ini dapat diperlambat progresivitasnya.